Kamis, 21 Mei 2015

Origami Burung Bangau, Sebuah Filosofi Yang Memyedihkan


      Adalah Sadako Sasaki, seorang gadis kecil di Hirosima, yang menjadi inspirasi jutaan burung bangau kertas itu. Ia tinggal bersama keluarganya didekat Misasa Bridge, tidak jaug dari Ground Zero, lokasi jatuhnya bom atom. Sadako baru berusia 2 tahun saat bencana mengerikan itu menimpa kota kelahirannnya. Mulanya ia tampak sehat dan baik-baik saja tanpa terjadi apa-apa. Baru beberapa tahun kemudian, tepatnya di bulan November 1954 saat menginjak umur 9 tahun, mulai timbul gejala-gejala aneh pada tubuhnya.Di usia 10 tahun Sadako divonis mengidap penyakit yang mengerikan yaitu Leukimia. Salah satu penyakit yang bisa timbul akibat radiasi ledakan bom atom waktu itu. Ia terpaksa harus menghabiskan hari-harinya berbaring di rumah sakit.

       Suatu hari, Chizuko Hamamoto, sahabat Sadako datang untuk menjeguknya dan mengahadiahkannya sebuah kertas origami berwarna emas berbentuk burung bangau (Jepang: Tsuru, Inggris : Chane). Di Jepang tsuru adalah salah satu hewan yang dianggap suci. Alkisah burung ini dapat hidup sampai 1000 tahun, sehingga dipandang sebagai lambang perdamaian dan umur panjang. Tsuru juga melambangkan cinta dan kesetiaan, kerena hewan ini termasuk monogamis yang hanya memiliki satu pasangan seumur hidup.

       Menjelang sebuah pernikahan, kerabat dan sahabat mempelai biasanya melipat 1000 tsuru berwarna emas dan menggantungnya sebagai hiasan kamar pengantin. Hal ini mereka lakukan karena konon menurut tradisi, permohinan seseorang akaan terkabul jika ia dapat membuat 1000 tsuru berwarna emas.

       Tertarik mendengar kisah itu, Sadako pun memulai berusaha membuat 1000 tsuru, berharap dengan begitu permohonannya untuk sembuh dan berumur panjang akan terwujud. Tak ada rotan akarpun jadi. Tak ada kertas emas, kertas apapun ia gunakan. Mulai dari kertas bekas pembungkus obat, sampai kertas pembungkus kado yang ia peroleh dari hasil berkeliling ke kamar pasien-pasien lain. Chizuko juaag membantu membawakan kertas bekas dari sekolah.

       Melipat tsuru apalagi sampain 1000 buah bukanlah hal yang mudah. Jenis origami ini cukuplah rumit, perlu kesabaran dan ketelatenan. Sadako berjuang keras untuk menyelesaikannya, meski tubuhnya semakin lemah. Ia pun berhasil mewujudkan melipat 1000 tsuru, bahkan lebih. Namun rupanya Sang Maha Kuasa berkehendak lain. Karena kondisi kesehatan yang semakin memburukdari hari ke hari, Sadako pun akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 1955 saat berusia 12 tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar